April 30, 2012

Geologi Samarinda - Kalimantan Timur


QA : ALUVIUM
kerikil, pasir, dan lumpur terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.

Tpkb : FORMASI KAMPUNG BARU
Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, lanau dan lignit. Pda umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur. Setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0.5-1 cm, mudah lepas. Lempung kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, koral lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi lignit, tebal 1-2 m. Diduga berumur Miosen Akhir-Plio Pleistosen. Lingkungan pengendapan delta-laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras terhadap Formasi Balikpapan.

Tmbp  : FORMASI BALIKPAPAN
Perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, disisipi lapisan batubara, tebal 5-10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20-40 cm, mengandung foram kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung kelabu kehitaman, setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lensa gampingan berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung foraminifera besar, moluska. Menunjukkan umur Miosen Akhir Bagian Bawah-Miosen Tengah Bagian Atas. Lingkungan Pengendapan Perengan *paras delta-dataran delta*. Tebal 1000-1500 m

Tmbp  : FORMASI PULAU BALANG
Perselingan antara greywake dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuf dasit. Batupasir grewacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50-100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 10-40 cm. Di S. Lon Haur mengandung foram besar antara lain............... Menunjukkan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung kelabu kehitaman, tebal lapisan 1-2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.

Tmb    :  FORMASI BEBULUH
Batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih, warna kelabu, padat mengandung foram besar, berbutir sedang. Setempat batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar yang dijumpai antara lain Lepidocyclina Sumatraensis Brady, Myogipsina sp., Operculina sp., menunjukkan umur Miosen Awal - Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m. Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.   

Tomp  : FORMASI PAMALUAN
Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping dan batulanau, berlapis sangat baik. Batupasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitaman-kecoklatan, berbutir halus-sedang, terpilah baik, butiran membulat-membulat tanggung, padat, karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang-siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 m. Batulempung tebal, rata-rata 45 cm. Serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan 10-20 cm. Batugamping kelabu, pejal, berbutir sedang-kasar, setempat berlapis dan mengandung foram besar. Batulanau kalbu tua-kehitaman. Formasi Pamalusn merupakan batuan paling bawah yang tersingkap di lembaran ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m.

STRUKTUR DAN TEKTONIKA
Struktur yang dapat diamati di Lembar samarinda berupa lipatan antiklinorium dan sesar. Lipatan umumnya berarah timurlaut-baratdaya, dengan sayap lebih curam di bagian tenggara. Formasi Pamaluan, Bebulu dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan kemiringan antara 400-750. Batuan yang lebih muda pada umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat tiga jenis sesar yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sesar turun terjadi pada kala pliosen.





Sumber : Peta Geologi Lembar Samarinda - Kalimantan Timur (S.Supriatna, Sukardi, & E.Rustandi)

April 28, 2012

Cedera Akibat Futsal


Saat ini olahraga futsal tengah menjadi tren baik dikalangan anak muda atau pun orang yang dewasa. futsal dilakukan 1-2 kali seminggu pada siang hari ataupun malam hari karena dilakukan didalam ruangan, untuk bermain futsal dibutuhkan stamina yang prima dan pemanasan yang cukup agar terhindar dari cidera sendi yang kaku, tapi sebaiknya jangan gegabah dalam bermain dan waspadai cedera yang mungkin timbul akibat futsal.
Di Indonesia aktivitas sport atau keinginan untuk berolahraga semakin tinggi karena kini sudah dijadikan gaya hidup atau lifestyle. Tapi sayangnya banyak yang kurang peduli mengenai hal-hal yang bisa menyebabkan cedera.


Dan harus diingat semua cedera ini tetap bisa membuat seseorang berjalan tapi aktivitasnya sehari-hari akan terganggu, ia masih bisa jalan tapi aktivitasnya rendah dan untuk gerakan-gerakan tertentu akan jadi masalah.
Dalam kondisi cedera harus segera dibawa ke dokter, atau diurut dulu atau pakai salep. Padahal cedera-cedera ini bisa menyebabkan komplikasi, misalnya tadinya hanya putus urat (ligamen) tapi bisa jadi komplikasi ke gangguan tulang rawan. Itu merupakan masalah berat dan harus diganti sendinya.
Kebanyakan disebabkan karena kurangnya pemanasan atau tidak melatih otot dengan baik karena futsal termasuk olahraga high impact. Pemanasan yang diperlukan juga bersifat sangat individual, karena ada orang yang kakinya kuat, lemak, orangnya gemuk.


Jika mengalami cedera, ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu:
1. Langsung kompres dengan es dan jangan dipanasi, untuk cedera sendi
2. Cedera tersebut harus dibabat supaya jangan bengkak
3. Orang tersebut harus beristirahat, jangan habis cedera dan merasa sudah enak ia main lagi karena nanti cederanya bisa bertambah parah
4. Kalau duduk atau tidur, posisi kaki harus lebih tinggi dan jangan taruh di bawah karena nanti bengkak dan tambah sakit.
Kalau cedera itu dalam waktu 2-3 hari kondisnya tidak membaik atau justru bertambah parah, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter ortopedi karena itu basicnya.
Jika cedera yang dialami akibat ligamen putus maka bisa diganti yang biasanya dengan menggunakan urat pasien itu sendiri. Teknik ini disebut dengan Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstructiondan dan hasilnya baik.
Selain itu seseorang juga harus melihat olahraga apa yang pantas dilakukan, jika orangnya gemuk sebaiknya jangan melakukan olahraga high impact (sepakbola, basket, badminton) tapi lakukan yang low seperti berenang dan bersepeda.

April 25, 2012

Ikhlaskan

Ikhlaskan apapun yang telah kau lalui hari ini, biarkan Tuhan mengatur hal-hal yang pantas dan tidak untuk kau dapatkan. Percayalah itu yang terbaik.

April 24, 2012

Dirimu

Dirimu yang sekarang adalah hasil dari apa telah kau lakukan sebelumnya, dan siapa kau nantinya adalah hasil dari apa yang sedang kau lakukan sekarang.

April 22, 2012

7 dosa besar menurut Mahatma Gandhi

7 dosa besar menurut Mahatma Gandhi yang menurut saya relevan dengan timbulnya krisis finansial yang terjadi di dunia saat ini.

1. Kekayaan tanpa kerja (wealth without work)
Orang didoktrin dengan slogan "biarkan uang yang bekerja untuk Anda". Orang menanam modal di mana-mana dan tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati hasilnya. Sementara para buruh pekerja bekerja dengan sekuat tenaga hanya untuk kepentingan pemegang modal dan digaji hanya layak untuk hidup mereka. Di banyak negara dunia ketiga bahkan mereka digaji dengan tidak layak. Para pekerja hanya dianggap sebagai sekrup industri seperti halnya mesin-mesin lain yang bisa digantikan dengan sekrup yang lain jika rusak.

2. Kesenangan tanpa kesadaran (pleasure without conscience)
Orang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Sebagai pemilik modal, mereka tidak perlu terlalu peduli terhadap nasib buruh pekerja, yang penting modal mereka aman dan bisa terus berkembang.

3. Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character)
Para cendekia membebek pada kepentingan penguasa. Mereka tidak lagi memperhatikan moralitas dan kebenaran yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para cendekia. Mereka lebih memperhatikan kepentingannya sendiri, yang penting mereka aman dalam posisinya. Saat mereka melihat suatu kesalahan atau kezaliman, mereka cenderung mendiamkan dan bukannya membela kaum yang benar atau kaum yang lemah.

4. Perdagangan tanpa moralitas (commerce without morality)
Kaum pedagang tidak memikirkan moralitas. Yang penting bagi mereka adalah keuntungan, keuntungan, dan keuntungan. Bagaimana mereka menipu para konsumen yang tidak berdaya. Mereka memonopoli setiap lini konsumsi masyarakat sehingga masyarakat tidak berdaya dan tidak bisa memprotes tindakan mereka. Setiap protes dari masyarakat selalu membentur tembok birokrasi, sementara pemerintah tidak peduli terhadap nasib masyarakat.

5. Ilmu tanpa kemanusiaan (science without humanity)
Ilmu ditegakkan tanpa mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan. Para ilmuwan sibuk membincangkan tentang norma ilmiah namun melupakan manusia yang harusnya menjadi dasar dari penegakan ilmu.

6. Ibadah tanpa pengorbanan (worship without sacrifice)
Orang-orang beragama tanpa peduli terhadap pengorbanan diri untuk mensucikan hati. Yang mereka pedulikan adalah penegakan hukum agama yang menurut mereka benar walaupun dengan cara itu mereka mengorbankan kepentingan orang lain. Mereka lupa terhadap prinsip-prinsip spiritualitas agama dan bahkan lebih memuja nilai luar agama ketimbang aspek substansi dari agama.

7. Politik tanpa prinsip (politics without principle)
Orang berpolitik tidak lagi mempunyai prinsip. Mereka sikut kiri sikut kanan, jilat atas injak bawah untuk kepentingan mereka sendiri. Orang berani menjilat ludah sendiri yang penting kepentingan mereka terakomodasi untuk bisa meraih kekuasaan.

MANUSIA BIJAK DARI TIMUR


Mahatma Gandhi (1869-1948) dan Konsepnya Tentang Manusia Ideal

Intisari
This article aims at exploring Gandhi’s thought on the concept of perfect man and interpreting its historical dynamic in order to seek the relevance of such concept to overcome contemporary human problems. The concept of perfect many, for Gandhi, is characteristically antropocosmotheocentric, meaning that man who have good self awareness and self control, social maturity and care of their nature, and believe in God through religion as well as service for the others. Also they have a principle to live in peace and without any kinds of violence. By realizing these, man is expected to be able to anticipate the unended change of their civilization of life. The basic weakness of this concept is the imbalance relationship between such concept of perfect man and the man in real life. It means such perfect man is a kind of utopia to realize.

A. Manusia Modern Yang Mengalami Krisis
Secara umum diyakini bahwa manusia adalah makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Dalam posisi seperti ini, manusia akan selalu berada dalam jaringan struktur dan institusi yang diciptakannya untuk menunjang kehidupannya. Inilah yang kemudian melahirkan peradaban manusia.
Sekarang, manusia telah berada pada fase yang disebut peradaban modern. Fase ini ditandai dengan kemajuan rasionalitas manusia secara pesat. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi dimensi yang meliputi dan menjangkau seluruh kehidupan manusia. Manusia dapat memperpanjang tangannya, memperkuat ototnya, menyambung indera dan otaknya, dengan bantuan iptek. Bahkan, dengan iptek manusia mampu mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan terhadap adanya kehidupan lain bagi manusia di luar kehidupan planet bumi. Pendek kata, seperti dinyatakan Erich Fromm, manusia telah mencapai era sejarah baru, dimana perubahan yang cepat merupakan suatu konsekuensi yang dominan. Manusia berhadapan dengan perubahan yang fundamental karena ia terlibat dalam proses evolusioner, sehingga merupakan kewajiban bagi manusia juga untuk mengarahkan proses ini ke arah pemahaman diri dan bukan penghancurannya.
Memang benar, usaha pemahaman diri manusia sangat diperlukan dan bersifat ad-infinitum (terus-menerus, tiada henti). Hal ini karena kemajuan yang dicapai manusia dalam peradaban modern ternyata membawa keresahan dan kegelisahan. Van derWeij menyatakan bahwa zaman modern ini, selain ditandai oleh pesatnya kemajuan dibidang iptek, juga ditandai adanya keterancaman, keterasingan, kejenuhan dan tanpa arti, perang yang disertai badai kekerasan, kebencian dan ketidakmanusiawian serta terorisme. Namun, yang lebih luas dari semua itu adalah bukannya kekerasan fisik, melainkan pembusukkan kepribadian dan hati nurani manusia. Hal ini karena manusia telah memperoleh kemajuan pesat dibidang iptek, tetapi sering menggunakannya untuk maksud-maksud yang destruktif. Manusia memang telah memperluas jangkauan dan kuantitas pengetahuannya, tetapi belum dapat mendekati ideal individualitas dan realitas diri (self realization). Manusia telah menemukan cara-cara untuk memperoleh keamanan, kenyamanan dan kenikmatan hidup, tetapi pada saat yang sama mereka merasa tidak aman, tidak nyaman, dan tidak nikmat serta merasa risau dan gelisah karena mereka tidak yakin akan arti esensial kehidupan dan tidak tahu arah eksistensial yang mereka pilih dalam kehidupannya.
Balabanian mencatat beberapa krisis manusia dan kemanusiaan yang terjadi di era modern ini yakni: (1)Krisis spiritual, dengan semakinnya memudarnya peranan agama dalam kehidupan manusia, (2)Kritis lingkungan, dengan adanya polusi dan eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya alam, (3) Krisis emosional psikologis, dengan digantikannya nilai-nilai kemanusiaan menjadi nilai-nilai mesin (mekanik). Semua krisis tersebut sebenarnya disebabkan oleh manusia sendiri. Manusia menjadi dibelenggu oleh alat-alat teknik yang dibuatnya dan hidup secara mekanis mengikuti buatannya itu. Akibatnya, seperti dinyatakan oleh Jacques Ellul, muncul situasi sebagai bentuk ketegangan yang di alami oleh manusia modern akibat penyerapan-penyerepan mekanisme secara berlebihan. Rasionalitas melalui iptek akhirnya menjadi faktor mutlak yang menentukan perkembangan kehidupan manusia. Semua krisis yang sebabkan oleh manusia sendiri tadi, selain mengancam kehidupan manusia sekarang, juga mengancam kelangsungan hidup manusia yang akan datang.
Untuk menyelesaikan problem manusia modern seperti di atas, salah satu tokoh abad XX yakni Mahatma Gandhi (1869-1948) dari India telah menawarkan konsepnya tentang manusia ideal. Mengenai apa dan bagaimana konsep manusia ideal menurut Gandhi, hal-hal itulah yang akan dieksplorasi secara lebih jauh dan lebih mendalam dalam tulisan dibawah ini.

B. Riwayat Gandhi, Riwayat Sang Mahatma
Mahatma Gandhi sebenarnya memiliki nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi. Ia lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, daerah Kathiawad, Gujarat, dari kasta Mohd. Bania yang merupakan sub-kasta Vaisya dalam agama Hindu. Ayah Gandhi bernama Karamchand Gandhi, atau yang lebih dikenal dengan Kaba Gandhi adalah seorang diwan (menteri utama) di Porbandar yang bertugas menarik pajak rakyat. Ibu Gandhi bernama Putlibai, seorang wanita yang mengesankan Gandhi karena kesalehannya dan ia dalam pandangan Gandhi merupakan istri dan ibu yang setia bagi suami dan anak-anaknya.
Dari orang tua seperti diataslah Gandhi dilahirkan dan kemudian dibesarkan serta memperoleh pendidikan. Semasa pendidikan dasarnya, Gandhi kecil termasuk anak yang mengalami kesulitan belajar terutama dalam berhitung dan perkalian. Meski demikian, ia merupakan anak yang tekun. Ia juga sering mendengarkan diskusi-diskusi ayahnya dengan para pemuka agama lain seperti Jainisme, Islam dan Kristen yang datang kerumahnya untuk berdiskusi tentang agama-agama. Sementara, semasa pendidikan menengahnya, Gandhi remaja masih malu-malu sampai ia mengakui bahwa ia tidak punya banyak teman kecuali buku-buku pelajarannya.
Pada masa ini, ketika berusia 13 tahun, dengan tanpa persetujuannya Gandhi dinikahkan dengan gadis sebayanya yang bernama Kasturbai. Sebagai pasangan muda, kehidupan pernikahan Gandhi dengan Kasturbai tidaklah begitu stabil, terutama yang menyangkut seks. Suatu peristiwa yang selanjutnya mengubah cara hidup Gandhi adalah peristiwa yang terjadi menjelang ayahnya meninggal dunia. Waktu itu Gandhi sedang menunggui ayahnya yang terbaring lemah karena sakit, tetapi kemudian muncul keinginannya untuk berdekatan (berhubungan seks) dengan istrinya. Gandhi lalu meminta pamannya untuk menggantikannya menunggui sang ayah. Namun, ketika Gandhi sedang dikamar istrinya, ia diberitahu pelayannya bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Seketika itu ia menyesali kecerobohannya (yang kurang bisa mengontrol hasrat seksualnya) dan dikemudian hari membuatnya mengucapkan kaul pengekangan diri (Tapas).
Gandhi menyelesaikan pendidikan menengahnya tahun1887 dan lulus ujian matrikulasi di Universitas Bombay serta berhasil masuk di Samaldas College di Bhavnagar. Karena merasa kurang puas, Gandhi mencari informasi agar bisa belajar di Inggris sesuai cita-citanya waktu kecil. Akan tetapi, muncul larangan keras terutama dari ibunya yang khawatir dengan kehidupan dan budaya masyarakat Inggris, sehingga kemudian Gandhi bersumpah tidak akan menyentuh wanita, tidak minum anggur dan tidak makan daging jika diterima belajar di Inggris. Pada tahun 1888, Gandhi akhirnya tiba di Inggris untuk belajar ilmu hukum, meski perhatiannya tidak hanya pada ilmu hukum saja. Di Inggris, Gandhi juga sudah mulai terbiasa membaca Alkitab terutama Perjanjian Baru dan juga membaca Bhagavadgita terjemahan Sir. Edwin Arnold.
Setelah 3 tahun di Inggris, Gandhi lulus ujian ilmu hukum dan diakui sebagai pengacara berijasah. Gandhi kembali ke India pada bulan Juni 1891 dan bekerja sebagai pengacara sambil nyambi bekerja paruh waktu sebagai guru di Bombay High School. Akan tetapi, Gandhi selanjutnya memilih meninggalkan pekerjaanya di India karena mendapat tawaran dari sebuah perusahaan India di Natal, Afrika Selatan untuk membela orang-orang India di sana yang mengalami penderitaan akibat adanya rasialisme dan gaji kerja yang tidak memadai. Gandhi akhirnya pergi ke Afrika Selatan dan dalam usaha mengembalikan hak-hak asasi orang India di Natal ini ia mendirikan Ashram di Phoenix .
Keberadaan dan aktivitas Gandhi dan yang lain di Ashram dianggap membahayakan oleh pemerintah setempat sehingga pada 1907 Gandhi ditahan serta diadili dengan tuduhan sebagai agitator (pemimpin gerombolan). Penahanan itu memang tidak berlangsung lama karena Gandhi tidak terbukti bersalah dan kemudian ia dibebaskan. Melajutkan aktivitasnya, pada 1912 Gandhi memobilisasi aksi protes massal kaum buruh secara besar-besaran, karena janji pemerintah untuk menghapus pajak 3 pounds setahun atas pekerjaan yang diadakan di luar kontrol resmi tidak ditepati. Kemudian pada tahun 1913 Gandhi juga memimpin demonstrasi untuk hal yang sama. Bedanya, dalam demonstrasi ini juga diadakan pelanggaran lintas batas dan ziarah menyeberangi batas-batas ke Transvaal di mana ribuan buruh tambang yang mogok kerja ikut menggabungkan diri.
Karena merasa panggilan hidupnya tidak hanya di Afrika Selatan saja, pada 1915 Gandhi kembali ke India. Pada awalnya Gandhi tidak banyak berkecimpung dalam aktivitas politik tetapi mengadakan perjalanan keliling India untuk mencari fakta-fakta tentang kondisi sosial, ekonomi dan agama rakyat India. Menyikapi buruknya kondisi rakyat India pada saat itu, pada tahun 1916 Gandhi memutuskan untuk terjun ke dunia politik dimulai dengan berpidato didepan mahasiswa Universitas Hindu di Benares. Di sini Gandhi mengemukakan pentingnya kebanggaan terhadap produk lokal India dan juga menyesalkan sistim Kasta yang telah menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi dan agama secara meluas. Pada 1917 Gandhi menyelenggarakan kampanye anti kekerasan (ahimsa) di Bihar (India utara) untuk membela kaum petani yang diperlakukan tidak adil dalam sistim perkebunan Indigo. Selanjutnya pada 1918 Gandhi dan pengikutnya melakukan mogok umum tanpa kekerasan di Ahmedabad untuk menuntut upah pekerja tekstil secara adil.
Gandhi mulai menggebrak pentas politik India dengan mengemukakan kelemahan Undang-Undang Rowlatt yang berisi aturan-aturan untuk menjaga keamanan tanpa mengindahkan hak-hak rakyat India. Gandhi menentang lahirnya UU ini dengan menjalankan gerakan berpegang teguh pada kebenaran (satyagraha) dan salah satu cara yang ditempuhnya adalah dengan gerakan tidak mau bekerja sama (non-cooperatioon movement). Rentang 1920 sampai 1922, Gandhi terpilih sebagai pemimpin Partai Konggres Nasional India. Pada periode ini Gandhi juga sempat memimpin kampanye massal melawan pembayaran pajak yang tidak adil. Karena kegiatan-kegiatannya itu, Gandhi dijebloskan ke penjara selama 2 tahun tetapi karena alasan kesehatan ia kemudian dibebaskan. Saat ia keluar dari penjara, iklim politik di India telah berubah dengan mulai berkobarnya perselisihan antara kaum Hindu dan Muslim.
Selama periode-periode selanjutnya, Gandhi sangat berjasa dalam mengubah ketimpangan sosial yang ada di India antara lain penghapusan gerakan untouchable yang merugikan kasta Paria, toleransi beragama bagi kaum Hindu dan Muslim, serta usaha swadeshi sebagai penolakan terhadap dominasi asing. Gandhi juga berjasa dalam penyelesaian pergolakan buruh dan majikan, penghapusan sistim perbudakan dan penghapusan pembunuhan lembu atas nama agama. Demikianlah, tahap demi tahap Gandhi memimpin India menuju kemerdekaannya yang sempat ia saksikan pada tahun 1947.
Pada 3 Juni 1947 berdasarkan kesepakatan Mounbatten Plan antara pemimpin Konggres Islam dan Inggris tercapai pembentukan negara India dan Pakistan pada Agustus 1947. Menanggapi pembentukan negara tanpa adanya persatuan seluruh India, Gandhi berusaha mendekati tokoh agama Hindu dan Islam untuk meredakan ketegangan antara keduanya. Akibatnya, seorang penganut Hindu fanatik, Nathuram Godse, yang khawatir nantinya akan ada dominasi Islam, melakukan penembakan terhadap Gandhi saat sesudah pertemuan doa pada 30 Januari 1948. Setengah jam kemudian Gandhi menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan mengucapkan He Rama (Ya Tuhan).
Demikian riwayat hidup Gandhi. Atas seluruh jasanya, Rabindranath Tagore, seorang sastrawan besar India, menyebut Gandhi sebagai Mahatma atau orang yang berjiwa besar (the great soul). Inilah yang kemudian membuat orang mengenalnya sebagai Mahatma Gandhi.

C. Gandhi : Seorang Aktivis Yang Produktif Menulis
Fischer menyatakan bahwa Mahatma Gandhi adalah juru bicara umat manusia. Ungkapan ini didasarkan pada aktivitas-aktivitas dan karya-karya Gandhi selama hidupnya. Gandhi meninggalkan tulisan yang cukup banyak dan kebanyakan dapat kita lihat corak humanismenya. Karya-karya tersebut antara lain: A Guide to Health (1932), Hind Swaraj (1938), Autobiograhpy: The Story of My Experiments with The Truth (1940), Non Violence in Peace and War (Vol. 1/1945 dan 2/1949), Towards Non Violence Socialism (1951), Sarvodaya (1951), Basic Education (1951), Bapu’s Letter to Mira, 1924-1948 (1949), Christian Missions (1941), Communal Unity (1949), Delhi Diary (1948), Diet and Diet Reform (1949), Economics of Khadi (1941), For Pacifists (1949), From Yerafde Mandir (1937), Harijan (1948), The History of Satyagraha (1951), Jail Experiences (1922), My Souls Agony (1932), Rebuilding Our Villages (1952), Self Restraint Versus Self Indulgence (1947), Songs From Prison (1934), Speeches and Writing (1933), Swadeshi, True and False (1939), Towards New Education (1951), To a Gandhian Capitalist (1951), To the Students (1949), Unto This Last (1951), Woman and Social Unjustice (1942) dan Young India (1932). Selain karya-karya ini, masih banyak lagi kumpulan-kumpulan tulisan Gandhi yang tersebar di berbagai surat kabar.

D. Gandhi dan Filsafat Metafisikanya
1.Filsafat Gandhi: Tuhan, Manusia dan Alam Sebagai Tri-Tunggal
Secara umum filsafat Gandhi bersumber pada tradisi pemikiran India dan agama Hindu. Dalam hal ini, filsafat Gandhi menunjuk Tuhan sebagai ide utama dan unsur lainnya bersifat inferior. Tuhan yang dimengerti Gandhi bukanlah Tuhan sebagai personal karena kata itu menurut Gandhi menunjuk pada orang sebagai wujud konkrit. Meski impersonal, namun Tuhan yang memuaskan kebutuhan intelektual juga bukan Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan sesungguhnya adalah yang memerintah hati dan mengubahnya ke arah kebaikan. Menurut Gandhi Tuhan itu serentak sebagai kebenaran, pengetahuan dan cita-cita/tujuan (sat-cit-ananda).
Harus diingat juga bahwa Gandhi tidak berpretensi untuk menunjukan eksistensi Tuhan. Baginya, kehadiran Tuhan dapat dirasakan dan dilihat dari realitas dihadapan manusia, misalnya realitas alam yang teratur. Keteraturan alam bukanlah suatu hukum keteraturan yang buta sebab ia mempunyai arah. Hukum semacam ini oleh Gandhi dipahami sebagai Tuhan.
Selanjutnya, jalan menemukan Tuhan bagi Gandhi, adalah dengan melihat ciptaan-ciptaan-Nya. Bahkan Gandhi menyebut dirinya sedang berusaha keras melihat Tuhan melalui pelayanan kepada sesama manusia. Pendeknya, realitas manusia tidak semata-mata ordo alam tetapi juga ordo moral. Gandhi mengakui apa yang benar, yang berguna, dan yang menguntungkan bagi manusia itu tidak ada perbedaannya. Bagi Gandhi Tuhan itu tidak di surga ataupun neraka tetapi berada pada setiap orang dan inilah kebenaran. Pemikiran ini memuat gagasan bahwa meskipun manusia tidak mengakui adanya Tuhan, tetapi ia harus mengakui kebenaran. Menolak kebenaran berarti menolak realitas dan eksistensi manusia itu sendiri.
Kebenaran, dalam pemikiran Gandhi mencakup tida unsur yakni kebenaran pikiran, perkataan dan perbuatan. Sebagai norma tingkah laku, kebenaran merupakan cermin bagi manusia untuk berkomunikasi dan mempertimbangkan apa yang akan ia ikuti dan ia hindari. Adapun untuk mencapai kebenaran ini manusia harus bersatu dan berdamai dengan alam ciptaan Tuhan dengan cara Ahimsa. Ahimsa berarti bahwa manusia harus menghindari segala bentuk kekerasan dalam kehidupannya. Ahimsa juga merupakan kodrat manusia yang membedakannya dengan binatang. Manusia yang merupakan kesatuan jiwa dan raga harus membuat ahimsa sebagai suatu sikap hidup dan keyakinan yang harus dikembangkan sehingga ia benar-benar berpegang kepada kebenaran yang sesungguhnya (satyagraha).
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa dalam konteks tri-tunggal: Tuhan, manusia dan alamlah Gandhi meletakan kerangka filsafatnya, meski unsur Tuhan paling dominan, dalam arti bahwa alam sebagai landasan, manusia sebagai pelaku dan Tuhan sebagai pencapaian tertinggi dari tinggal landasnya manusia.

2. Antropologi-Metafisik Gandhi: Manusia Sebagai Pelaku
Mengenai keberadaan manusia, Gandhi menyatakan bahwa secara esensial manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Selain itu manusia juga memiliki kesadaran, rasio, kehendak, emosi dan rasa keindahan. Dari keberadaannya itu, esensi aktivitas manusia di dunia menurut Gandhi adalah pembebasan. Pembebasan manusia merupakan satu langkah ke arah pembebasan seluruh umat manusia dari kedzaliman dan kekerasan dari orang lain dan dari diri mereka sendiri.
Gandhi juga menyatakan bahwa manusia tidak akan bebas jika ia tidak mengetahui bahwa dirinya dikuasai oleh kebutuhan, sebab kebebasannya selalu dimenangkan melalui upaya yang tidak pernah berhasil seluruhnya untuk melepaskan diri manusia dari kebutuhan hidup dan sampai penyatuan dengan hidup. Manusia memiliki kebebasan untuk mengarahkan dirinya menuju kepada penyatuan dengan hidup atau malah terjerumus dalam kejahatan. Setiap perbuatan memiliki karma-nya sendiri-sendiri. Dalam hal ini Gandhi menekankan pelaksanaan 6 kebajikan tertinggi yang dijiwai oleh Filsafat India yakni ahimsa, satyagraha, brachmacharya, asteya, aparigraha dan abhaya.

a. Ahimsa
Secara ekstrim, seperti dalam agama Jain, ahimsa dimaknai sebagai tidak membunuh atau melukai setiap bentuk kehidupan, tidak berpikir tentang pembunuhan atau melukai setiap bentuk kehidupan. Pemikiran ini juga menganjurkan orang awam untuk hanya memakan organisme yang tak bergerak seperti tumbuh-tumbuhan. Bagi Gandhi ahimsa memang tidak se-ekstrim itu, tetapi nilai-nilai untuk menahan diri dari setiap usaha membunuh dan melukai setiap bentuk kehidupannya sama.
Tindakan ahimsa menurut Gandhi tidak bersifat statis melainkan dinamis. Contohnya, jika ada anjing gila yang mengancam keselamatan masyarakat sedang berkeliaran, maka membunuh anjing gila tersebut juga dibolehkan karena bertujuan untuk menyelamatkan nyawa anggota masyarakat dan menghentikan siksaan yang dialami anjing gila itu sendiri. Ahimsa juga merupakan kebajikan tertinggi, sebab tanpanya kebenaran tidak akan dapat direalisasikan. 2 hal penting dari ahimsa yakni: kewajiban untuk memperlakukan realitas sebagaimana diri sendiri, dan ahimsa sebagai induk kebajikan yang lain.

b. Satyagraha
Satyagraha berarti kebenaran, dan kebenaran yang dapat direalisasikan dalam pikiran, perkataan dan perbuatanlah yang dapat disebut benar. Manusia dapat merealisasikan kebenaran hidup jika mampu mengendalikan 6 rintangan dalam etika India yakni, hawa nafsu, rasa marah, keserakahan, kebirahian, kesombongan dan kepalsuan. Ke-enam hal itu juga merupakan pengetahuan dasar bagi pecinta kebenaran.
Dalam arena politik, Gandhi menyatakan bahwa satyagraha mengambil 3 bentuk yakni; ketidakpatuhan sipil (civil disobedience), menolak kerja sama (non-cooperation) dan unjuk rasa (direct action). Dari berbagai bentuk tadi masih ada satyagraha dalam bentuk yang lain yakni puasa (mogok makan), yang diakui sebagai senjata pamungkas bagi seorang satyagrahi. Artinya, puasa baru dijalankan jika cara-cara di atas sudah tidak mempan lagi. Bagi Gandhi, puasa merupakan pendekatan yang efektif sebab puasa tidak hanya bertujuan untuk menyadarkan pihak lain agar bertobat dan kembali ke jalan yang benar, tetapi juga merupakan sarana pemurnian diri termasuk di dalamnya intensi-intensi pribadi.

c. Brachmacharya
Secara harafiah brachmacharya berarti tingkah laku yang menuntun manusia kepada Tuhan. Secara teknis berarti pengekangan diri terutama penguasaan dan pengendalian organ seks. Gandhi berpendapat bahwa Brachmachari (orang yang menjalankan brachmacharya) yang sempurna, sama sekali tidak memiliki dosa karena mereka dekat dengan Tuhan.
Brachmacharya mangandung beberapa ajaran antara lain: nafsu seks berakar dalam pikiran, praktek bracmacharya menghindari hal erotis, pembatasan aktivitas seks, diet, menghormati wanita, pengaturan kehidupan seks, perkawinan, keluarga serta mengontrol kelahiran.

d. Aparigraha
Secara ekstrim berarti memberikan harta milik pada orang lain. Tindakan ini merupakan pandangan tanpa milik. Meski demikian sebenarnya aparigraha bukan berarti orang tidak boleh memiliki harta duniawi, tetapi dalam kerangka pengabdian pada Tuhan dan pelayanan sesama manusia. Menurut Gandhi seluruh ordo sosial harus disusun kembali untuk membentuk masyarakat perwalian. Dalam masyarakat ini, kepemilikan dilihat sebagai titipan yakni apa yang aku miliki memungkinkan untuk kamu pergunakan; yakni alat produksi merupakan milik bersama. Implikasinya adalah tercukupinya kebutuhan dasar setiap manusia
Gandhi menyadari betul akibat fatal dari kemiskinan, tetapi ia juga menyadari akibat dari melimpahnya kekayaan. Keduanya memiliki dampak negatif yang sama. Pernyataan itu menunjukan bahwa bagi Gandhi manusia harus memiliki kesadaran terhadap dua dimensi hakikat manusia; yakni bahwa dimensi materialitas manusia tidak dapat dipisahkan dengan dimensi spiritualitasnya. Dalam aparigraha, Gandhi menegaskan bahwa kasih sayang yang sempurna hanya dapat direalisasikan melalui ajaran tanpa milik. Tubuh manusia adalah miliknya yang terakhir.

e. Asteya
Asteya diartikan sebagai tidak mencuri dan hal ini merupakan dasar bagi penentuan hak milik seseorang. Gandhi menyakatan bahwa mencuri merupakan tindakan yang salah dan buruk karena merugikan orang lain dan merupakan tindakan himsa, padahal manusia seharusnya melindungi semua realitas dan bukannya malah merugikannya.

f. Abhaya
Abhaya diartikan sebagai bebas dari semua rasa takut seperti takut akan mati, rasa lapar, penghinaan, penganiayaan, murka dan yang sejenisnya. Dalam hal ini manusia dituntut untuk memiliki keberanian, berani berkorban, bersabar, berbuat tanpa ketakutan pada semua realitas. Menurut Gandhi, manusia harus bebas dari rasa takut karena hal itu tidak pernah menjadi dasar moral.

3. Kosmologi-Metafisik Gandhi: Alam Sebagai Landasan
Konsep Gandhi tentang alam yang berjiwa material dan immaterial sebenarnya hanya mengikuti konsepnya tentang Tuhan, meski tidak terformulasi secara sistematis pada suatu tempat, hanya pada kesempatan secara kausal. Sebagai ciptaan Tuhan, keberadaan alam merupakan arena manusia mewujudkan dirinya dengan bimbingan moral. Bagi Gandhi, manusia hidup dalam arti yang sebesar-besarnya apabila ia bersatu dengan alam. Alam merupakan mitra yang senantiasa berhadapan dengan manusia. Menurut keyakinan Gandhi, alam merupakan jembatan bagi kehidupan yang abadi, sejauh hal itu di mengerti secara sadar. Oleh karena itu manusia perlu menyeleraskan diri dengan alam. Hal ini juga akan mendekatkan manusia pada peletak hukum alam yakni Tuhan.
Keprihatinan Gandhi terhadap alam diartikan sebagai kebijaksanaan untuk kembali ke alam (back to nature). Keyakinannya pada harmoni antara alam dan tubuh manusia di wujudkannya dalam kegemarannya pada naturopaty. Bagi Gandhi alam juga bukan merupakan manusia sehingga manusia tidak boleh menggunakan kekerasan terhadap alam yang justru akan merugikan manusia sendiri.

4. Teologi-Metafisik Gandhi: Tuhan Sebagai Pencapaian tertinggi
Dalam seluruh filsafatnya, Gandhi memang menjadikan Tuhan sebagai titik sentralnya sedang unsur lainnya menyesuaikan dengan Tuhan dan bersifat inferior. Beriman kepada Tuhan, menurut Gandhi, juga merupakan pangkal tolak semua agama. Dengan menyebut agama, Gandhi menunjuknya bukan secara formal dan adat, melainkan sesuatu yang mendasari semua agama yang akan membawa kita bertemu dengan Tuhan. Agama juga merupakan unsur permanen dalam watak manusia yang tidak memperhitungkan berapapun harganya untuk mengungkapkan sepenuh-penuhnya serta membuat jiwa gelisah sampai dapat menemukan dirinya, mengenal Tuhannya dan menghargai hubungan yang sebenarnya antara Tuhan dan dirinya sendiri.
Gandhi memandang agama dengan menekankan nilai kemanusiaannya. Jadi, Tuhan dihayati Gandhi melalui semangat pengabdian. Semangat ini tidak hanya mengantarkan pada sikap toleransi terhadap pluralitas (kemajemukan) agama tetapi juga pada persaudaraan antara yang teis dan ateis dengan syarat ateis itu berusaha menuju kebenaran. Makanya meski Gandhi menyatakan God is Truth dan Truth is God, Gandhi menekankan yang terakhir dengan alasan bahwa yang ateis mungkin menolak eksistensi Tuhan, tapi mereka tidak mungkin menangkis kekuatan kebenaran.
Penghormatan pada agama lain adalah sama dengan agama sendiri. Oleh karena itu seharusnya tidak mungkin ada gagasan untuk berpindah agama. Manusia yang beragama dalam bersikap dan bertingkah laku harus mencerminkan keagamaannya. Moralitas merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan manusia. Agama dan moralitas adalah identik. Eksistensi dan kemajuan individu maupun masyarakat tergantung moralitasnya. Oleh karena itu pembersihan diri secara total, baik jiwa maupun raga sangat di anjurkan Gandhi. Orang harus membuang segala pikiran yang tidak baik dan jiwanya harus diisi dengan pikiran murni yang tinggi. Demikian juga tubuh harus bersih seperti jiwa. Dengan demikian orang akan insaf pada tujuan hidup yang paling murni yakni mengabdi pada Tuhan.

E. Gandhi dan Konsep Manusia Ideal

1. Manusia Ideal Yang Bersifat Antropokosmoteosentris
Secara garis besar, konsep manusia ideal menurut Gandhi bersifat antropokosmoteosentris. Manusia seperti ini adalah manusia dengan pengendalian diri yang baik, kedewasaan sosial dan mencintai alam serta penghayatan terhadap keberadaan Tuhan melalui agama yang dianutnya dalam kehidupannya yang dijalani secara damai dan tanpa kekerasan. Dengan konsep manusia ideal seperti ini, Gandhi mencoba menciptakan sebuah lingkup kemanusiaan universal di mana tiap-tiap kelompok, baik kaum penguasa maupun kaum tertindas, saling mengakui sebagai manusia yang sama derajat dan harkatnya sebagai manusia, bahkan menghidupkan kembali potensi kebaikan orang lain dalam kehidupan manusia

2. Manusia Dengan Kesadaran dan Pengendalian Diri
Dalam agama Hindu dikenal asumsi dasar bahwa manusia terdiri dari 4 lapisan yakni; lapisan tubuh jasmani, alam pikiran, pengalaman yang disadarinya dan sadar pribadi dimasa lampau. Agama Hindu juga mengajarkan bahwa jika manusia dapat memanfaatkan sedikit saja atman dalam tubuhnya, maka ia akan mengalami pemekaran kemampuan yang luar biasa.
Berdasarkan asumsi di atas, Gandhi sampai pada kesimpulan bahwa manusia harus berusaha mengungkap bagian yang hilang atau terpendam dalam tubuh manusia dengan mencapai kesadaran. Dalam hal ini Gandhi menambahkan bahwa mokhsa merupakan puncak dari kesadaran manusia karena ia berada dalam keadaan di mana badan, pikiran dan jiwanya selamat dari kelahiran kembali atau kematian. Kesadaran adalah menjadi ingat kepada jati diri manusia yang sesungguhnya sehingga mampu mengendalikan dirinya. Ketidakmampuan mengambil jarak dengan sesuatu yang berada di luar dirinya dan juga nafsu-nafsunya merupakan hambatan untuk menyadari atman dan hal ini akan mengakibatkan sesuatu terlahir kembali dan ini mungkin akan menjatuhkannya pada tingkat yang berada di bawahnya.
Menurut Gandhi, manusia perlu mengendalikan diri karena peradaban dalam makna kata yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang menghendaki dilipatgandakannya kebutuhan, melainkan menghendaki pembatasan segala kebutuhan dengan sengaja dan sukarela. Hanya dengan cara demikian akan dapat diperoleh kebahagiaan dan kepuasan sejati yang akan meningkatkan kemampuan manusia dalam mengabdi kepada Tuhan. Hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh manusia modern yang menggunakan tolak ukur tingkat kesejahteraan manusia dengan mengukurnya berdasarkan tingkat besarnya konsumsi. Manusia modern justru berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi kebutuhan hidup, manusia berarti lebih kaya dan sejahtera.
Memang, Gandhi sendiri menegaskan bahwa manusia memerlukan keserasian dan kenyamanan fisik pada tingkat tertentu, namun jika melebihi tingkat itu ia akan menjadi hambatan bagi manusia. Oleh karena itu, cita-cita manusia menciptakan dan memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas, hanya merupakan khayalan dan jerat belaka. Pemuasan kebutuhan fisik dan intelektual manusia pada titik tertentu harus dihentikan sepenuhnya sebelum ia berubah menjadi nafsu keserakahan fisik dan intelektual. Manusia perlu mengatur keadaan fisik dan budayanya agar tidak menjadi hambatan dan ini seharusnya menjadi tujuan bagi pemusatan seluruh tenaga manusia.

3. Manusia Dengan Kedewasaan sosial dan mencintai alam
Selain sebagai makhluk individu dan makhluk Tuhan, manusia juga adalah makhluk sosial karena ia hanya dapat hidup dengan komunikasi bersama sesamanya. Sesama dalam filsafat Gandhi bermakna religius, dimana keterpautan sesorang dengan yang lainnya bersifat religius dan merupakan tanggung jawab yang bersifat religius pula. Sesama juga berarti dari asal mula yang sama, nasib keterlemparan yang sama dan memiliki Tuhan yang sama. Semua manusia menurut Gandhi merupakan ciptaan Tuhan yang sama sehingga semua manusia bersaudara.
Dengan asumsi seperti di atas, manusia menurut Gandhi harus memiliki tingkat kedewasaan sosial yang tinggi. Tidak ada satu kebajikan tunggalpun yang akan mengarah atau akan merasa puas dengan kesejahteraan seseorang saja. Sebaliknya tidak ada kejahatan yang secara langsung maupun tidak, pasti akan mempengaruhi orang lain. Yang dimaksud kedewasaan sosial oleh Gandhi adalah kesadaran bahwa seluruh umat manusia merupakan kesatuan manunggal, sebagai ciptaan Tuhan yang satu. Tentu saja terdapat perbedaan suku, bangsa dan harkat serta martabat namun demikian saling menghormati merupakan kewajiban seluruh umat manusia.
Manusia juga harus mencintai alam, tempat dimana ia hidup. Sekalipun dalam alam cukup terdapat daya tolak, tetapi alam itu hidup berkat daya tarik. Alam dapat menjadi lestari berkat adanya rasa sayang timbal balik. Manusia hidup bukan karena penghancuran. Rasa cita diri mendorongnya untuk mementingkan orang lain pula. Masyarakat dapat hidup rukun karena adanya rasa saling mengindahkan dikalangan warganya. Pada suatu saat, hukum masyarakat harus diperluas manusia agar mencakup seluruh alam semesta.
Gandhi menegaskan bahwa menurut keyakinannya krisis manusia modern sekarang diakibatkan oleh keranjingan produksi massal atau produksi secara besar-besaran. Alat-alat mesin mungkin dapat menyediakan seluruh barang keperluan manusia, namun produksi semacam itu jelas dipusatkan pada bidang tertentu. Sebaliknya, bila produksi dan penyalurannya dilaksanakan di daerah yang membutuhkan barang itu, segala sesuatu akan diatur itu sendiri, sehingga tidak ada peluang untuk kecurangan, dan sama sekali tertutup kemungkinan berspekulasi. Ketika disangka sebagai anti mesin, Gandhi menyangkalnya dan mengatkan bahwa ia menghindarkan pesona mesin yang merusak. Gandhi lebih menyukai alat-alat sederhana yang menyelamatkan kerja secara individual dan meringankan berjuta-juta desa serta bersifat padat karya.

4. Manusia Dengan Toleransi Beragama Dan Kesadaran Mengabdi Pada Tuhan
Menurut Gandhi, agama memang seharusnya meliputi setiap perbuatan manusia. Dalam filsafat Hindu saja dikatakan bahwa semua agama mengandung unsur kebenaran di dalamnya dan karenanya mengambil sikap hormat dan takzim terhadap sesama manusia. Tentu saja manusia harus hormat dan yakin pada agamanya sendiri dahulu. Dan mempelajari agama lain tidak perlu menyebabkan kurangnya kepercayaan pada agama sendiri. Seharusnya ini merupakan perluasan sikap hormat manusia atau toleransi kepada agama yang lainnya.
Selain itu, Gandhi melukiskan bahwa kehidupannya merupakan usaha keras untuk melihat Tuhan melalui pelayanan kepada sesama manusia. Hal ini karena Tuhan berada dalam diri setiap manusia maka pengabdian agama yang dianutnya diwujudkan sebagai pengabdian pada sesama manusia. Dalam hal ini cinta pada diri sendiri, cinta pada sesama dan cinta pada Tuhan berada pada satu perspektif.
Setiap manusia, menurut Gandhi, juga benar dalam agamanya bila dilihat dari sudut pandangnya, tetapi tidak mungkin bahwa setiap manusia keliru. Di sinilah letak perlu adanya toleransi kehidupan beragama, yang tidak lalu berarti acuh tak acuh terhadap keyakinan diri sendiri, tetapi anggaplah ini sebagai sikap lebih cerdas serta mencintai agama dengan lebih murni. Toleransi memberi manusia wawasan rohani, sesuatu yang berbeda sama sekali dengan fanatisme. Pengetahuan mendalam tentang agama akan menghilangkan hambatan antara keyakinan yang satu dengan yang lainnya. Keyakinan manusia terhadap Tuhannya seharusnya menjadi pusat sentrifugal dari seluruh aktivitas manusia, yang bermula dari keyakinan pada ke-esaan Tuhan, toleransi beragama dan menebarkan jaring pada kesatuan eksistensi manusia.

F. Manusia Antropokosmoteosentris Mengatasi Zaman Modern
Konsep manusia ideal yang bersifat antropokosmoteosentris dimaksudkan Gandhi sebagai salah satu upaya mencari kebenaran. Asumsinya, kehidupan manusia adalah proses untuk mencoba dan belajar dari kesalahan dengan mawas diri dan disiplin yang kuat, manusia bergerak maju selangkah demi selangkah menuju pada sifat antropokosmoteosentris. Manusia antropokosmoteosentris diyakini akan mampu mengantisipasi peradaban manusia yang senantiasa menuntut perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Terlebih bila dikaitkan dengan melaju kencangnya transformasi iptek. Manusia pada permulaan kehadirannya di bumi, tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan hewan yakni saling memangsa dan hingga kini kita masih bisa melihat kebuasan-kebuasan manusia. Dengan kemajuan ipteknya, dunia modern telah melahirkan manusia-manusia seperti kelompok nazi jerman, militer-fasis jepang, komunis cina, eropa timur dan soviet dan berbagai kekuasaan totaliter dibelahan benua lainnya yang telah menistai kemanusiaan mereka dengan kekejaman yang tidak berperi kemanusiaan.
Apabila diamati secara seksama, dewasa ini beberapa kawasan dibelahan dunia, dalam persoalan yang menyangkut hubungan antar individu dan masyarakat secara mikro, dan hubungan antar bangsa secara makro, selalu saja diwarnai dengan kekerasan, meski masing-masing bertumpu pada satu dalih untuk menjustifikasi tindakan kekerasan tersebut. Di samping itu, pencegahan persaingan senjata nuklir juga harus segera dilakukan jika manusia modern tidak ingin melihat dunianya porak-poranda. Untuk menghindari hal demikian, satu-satunya jalan yakni masing-masing pihak harus meredam hawa nafsu kekerasannya.
Manusia antropokosmoteosentris dengan kedewasaan sosial dan mencintai alamnya menyadari bahwa kepentingan menyelamatkan umat manusia dari kerusakan fisik bumi dan atmosfer akan lebih mendorong manusia untuk melakukan transformasi sosial dan budaya ke arah kemanusiaan yang semakin tinggi. Semakin jauh ke depan, akan semakin terasa keperluan untuk mengurangi kadar pemakaian kekuasaan dan kekerasan, dalam segala rupa untuk menyelesaikan beragam problem manusia di zaman modern ini. Dengan demikian, akan semakin besar pula kesadaran dan pengendalian diri kemanusiawian umat manusia.

G. Manusia Antropokosmoteosentris Yang Terkesan Utopis
Pada dasarnya, Gandhi adalah seorang yang beragama, tetapi rumusan mengenai agama yang disetujuinya dalam konsep manusia antropokosmoteosentris tidak lain adalah rumusannya sendiri. Dalam hal ini ia berpendapat bahwa kebutuhan rohani setiap manusia bersifat unik dan setiap orang mempunyai hak untuk mengatur hidupnya sendiri sesusuai dengan pandangan hidupnya, asalkan ia menjamin hak yang sama kepada orang lain. Oleh karena itu dalam praktek pencarian konsep manusia ideal yang bersifat antropokosmoteosentris ini, manusia tidak boleh memaksakan pandangannya mengenai kebenaran kepada sesamanya, apalagi dengan cara kekerasan.
Dari anggapan dasar bahwa manusia pada hakikatnya baik, dapat ditarik kesimpulan jika Gandhi ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia kehadirannya tidak merupakan ancaman terhadap eksistensi manusia yang lain. Oleh karena itu, manusia antropokosmoteosentris harus selalu menekankan aspek hubungan yang harmonis antara sesama manusia dan dengan alamnya.
Yang paling menarik dari konsep manusia seperti di atas adalah keluasan, keterpaduan dan kesatuannya. Inilah ajaran dan warisan bahwa kejahatan dari manusia tidak dapat dibinasakan. Kejahatan dari manusia adalah kejahatan bersama dan harus dipecahkan bersama-sama pula. Tetapi manusia terkadang tidak siap untuk tugas bersama karena ia tidak menyadari dirinya dan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Kalau sudah begitu, tugas manusia adalah kembali kepada hati nuraninya sendiri agar kehidupan dunia menjadi damai.
Sayangnya, dalam konsep manusia ini Gandhi tidak mengidentifikasi lingkungan pribadi manusia dengan lingkungan suci. Gandhi juga tidak menjauhkan diri dari kegiatan masyarakat sekular. Ini menjadi kontradiktif karena pada kesempatan lain Gandhi terkadang memandang bahwa struktru sosial dan budaya manusia pada dasarnya adalah sekular, dalam arti bahwa praanggapan-pra-anggapannya yang paling mendasar adalah tidak religius, akan tetapi ia seringkali menggunakan klise religius sebagai dukungan.
Dalam konsep manusia ideal menurut Gandhi ini, konsep ahimsa juga paling sedikit dipahami karena konsep ini mengandung penolakan secara implisit terhadap gagasan dasar masyarakat industri yang makmur. Konsep satyagraha yang dianjurkan juga menjadi tidak berarti jika tidak didasarkan pada kesadaran akan keberadaan pertentangan-pertentangan intern dalam kelompok manusia yang berlandaskan kekuatan. Padahal, sesungguhnya satyagraha ini harus memulai dengan menempatkan diri menghadapi pengaduan-pengaduan ini agar dapat dikaji kesungguhan manusia tentang kesetiaannya terhadap kebenaran.
Hannah Arrendt pernah menegaskan bahwa dalam konsep manusia antropokosmoteosentris ini, Gandhi menggunakan logika yang agak sedikit berbeda. Arendt mengakui bahwa dosa manusia adalah kejadian sehari-hari yang sesuai dengan sifat yang sangat alamiah dari pembentukan secara konstan tindakan hubungan-hubungan baru dalam suatu jaringan hubungan-hubungan. Selain itu, manusia memang membutuhkan pengampunan, pelepasan, untuk memungkinkan kelanjutan hidupnya yang dilakukan secara konstan dan untuk membebaskan manusia dari hal-hal yang mereka perbuat tanpa mereka sadari. Dari penjelasan ini, kita bisa melihat bahwa ada hubungan yang tidak seimbang antara konsep manusia ideal yang bersifat antropokosmoteosentris dan kenyataan riil yang ada pada manusia dimasyarakat, dan untuk itulah Gandhi hidup dan meninggal dunia. Perubahan antara kenyataan riil manusia terhadap manusia antropokosmoteosentris tidak akan merupakan perubahan yang sungguh-sungguh terjadi.
Akhirnya seperti yang dibilang Gandhi, bahwa manusia berakhir menjadi seperti apa yang dipikirkannya, maka demikian juga dengan India, asalkan tetap memegang teguh kebenaran dengan menggunakan 6 kebajikan tertingginya. Akan tetapi disisi lain Gandhi sendiri mengakui bahwa secara politis pertempurannya sesungguhnya sudah kalah. Tanpa berpuas diri, kasihan pada diri sendiri, ia hadapi kebenaran bahwa hanya tinggal satu saja. Gandhi harus menyerahkan jiwanya bagi India, nyatanya ia dibunuh oleh seorang saudara-nya yang justru gagal diyakinkannya.
Dari paparan di atas, apakah konsep manusia ideal yang bersifat antropokosmoteosentris ini akan dapat direalisasikan ataukah akan sia-sia saja, Gandhi sendiri tidak pernah putus keyakinannya, hingga meninggalkan kesan pada sesamanya maupun musuhnya serta membangkitkan padanya suatu tanggapan cinta-kasih serta kebenaran yang ingin dicapai manusia. Sikap ini tidak dapat dimengerti dalam konteks pragmatisme sebab yang menjadi pokok masalah adalah kesetiaan manusia pada kebenaran, bukan dampak nyata pada sesamanya.
Sebagai penutup, konsep manusia ideal yang bersifat antropokosmoteosentris memang harus dilihat apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bukan sekedar idealisme yang sering dianggap utopis dan asketis, tetapi harus dipandang sebagai ajaran yang esensial, yang niscaya diperlukan jika manusia ingin memulihkan kembali hati nuraninya dalam menghadapi perubahan peradabannya yang sarat dengan problema. Wallahu a’lamu bi al-shawab!

(Tulisan ini telah dimuat di: Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 5, No. 2, Juli 2007, Jakarta: Universitas Paramadina, hal. 106-128; Oleh: Suratno)

1. Penulis adalah Dosen Departemen Falsafah dan Agama dan Peneliti PSIK, Universitas Paramadina, Jakarta. Ia juga Dosen STAINU dan Wakil-Direktur LP3M, Jakarta.
2. Erich Fromm, 1987, Memiliki dan Menjadi (Terj. Soesilo), Jakarta: LP3ES, hal.10
3. Van derWeij, 1991, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia (Terj. K. Bertens), Jakarta: PT Gramedia, hal.1
4. H. Titus, 1984, Persoalan-Persoalan Filsafat (Terj. H.M Rasjidi), Jakarta: PT Bulan Bintang, hal.9
5. N. Balabanian, 1980, Benarkah Teknologi Itu Netral?, Jakarta: PT USICA, hal.1
6. Kaba Gandhi ini dikenal sebagai seorang yang jujur, berani dan murah hati serta tidak mudah disuap, meskipun cepat naik darah. Sifat-sifat inilah yang mengesankan Gandhi sehingga ia merasa telah benar-benar menemukan figure ayah dalam diri Kaba Gandhi, meski beliau baru membaca Gita, salah satu kitab suci agama Hindu, pada saat-saat terakhir hidupnya.
7. Kesalehan Putlibai bisa dilihat bahwa ia seringkali ber-mati raga pada bulan-bulan puasa dan hampir tiap hari mengunjungi kuil-kuil Vaishnava.
8. Louis Fischer, 1967, Gandhi: Penghidupan dan Pesannya Untuk Dunia (Terj. Oesman Efendi), Jakarta: PT Pembangunan, hal. 15
9. Gandhi, 1985, Gandhi: Sebuah Otobiografi (Terj. Gd Bagoes Oka), Denpasar: Yayasan Bali Canti Siwa, hal.26
10. Ibid, hal.46
11. Lihat Wahana Wegig, 1986, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, Yogyakarta: Kanisius, hal.1
12. Tempat dimana orang-orang India di Natal bisa tinggal di situ. Di sini pula Gandhi mulai mengajarkan kehidupan sederhana dengan mengerjakan pemenuhan kebutuhan hidup sendiri (swadeshi). Gandhi juga mulai mengajarkan hidup tanpa kekerasan (ahimsa).
13. Lihat Cremers, 1994, Luther dan Gandhi: Telaah Psikohistorik Erik Erikson, Flores: Penerbit Nusa Indah, hal.67-68
14. T.S.G. Mulia, 1959, India: Sedjarah Politik dan pergerakan kebangsaan, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, hal.173
15.Cremers, 1994, op.cit, hal. 70.
16. Gerakan untouchable yakni larangan untuk menyentuh kaum dari kasta paria dalam arti berurusan dengan mereka dalam segala hal. Kasta paria merupakan kasta terendah dalam agama Hindu.
17. Gandhi, 1985, op.cit, hal.378-380.
18. Lihat Gandhi, 1949, Non Violence in Peace and War, Ahmedabad: Navajivan Publishing House, hal.378-380.
19. Louis Fischer, 1967, op.cit, hal.11
20. Lihat Muchtar Lubis, 1988, Menggapai Dunia Damai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal.219
21. Lihat Wahana Wegig, 1986, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal.16
22. Ibid, hal.17
23. Lihat Hannah Arrendt, 1958, The Human Condition, USA: Chicago University Press, hal.121
24. Satyagrahi adalah orang yang menjalankan satyagraha
25. Wahana Wegig, 1986, op.cit, hal.53-54
26. Lihat Louis Fischer, 1967, op.cit, hal.41
27. Lihat Mohan Datta, 1953, The Philosophy of Gandhi, USA: Wincosin University Press, hal.49
28. Naturopaty adalah suatu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan unsur-unsur alam seperti air, cahaya, tanah dan udara.
29. Lihat Prabbhu, 1945, The Mind of mahatma Gandhi, London: Oxford University Press, hal.85
30. Gandhi, 1988, Semua Manusia bersaudara (terj. Koestiniyati Muhtar), Jakarta: yayasan Obor Indonesia, hal.70
31. Martin Sardy, 1985, The Philosophy of Gandi: A Study of his basic ideas, sebuah resensi buku dalam majalah Basis, vol.34 Maret 1985, hal.113
32. Nirmal Kumar Bose, 1968, Selection From Gandhi, Ahmedabad: Navajivan Publishing House, hal.39
33. Schumacher, 1981, Small is Beautiful, Jerman: Tanpa penerbit, hal.55
34. Tendulkar, 1952, Mahatma: Life of M.K. Gandhi, Bombay: Vitalbha. K. Jhaveri, hal.360
35. Thomas Merton, 1992, Gandhi: tentang Pantang kekerasan, Jakarta: yayasan obor Indonesia, hal.4

8 Etos Kerja

8 Etos Pendongkrak Gairah Kerja

Hidup hanya menyediakan dua pilihan: mencintai pekerjaan atau mengeluh setiap hari. Jika tidak bisa mencintai pekerjaan, maka kita hanya akan memperoleh “5-ng”: ngeluh, ngedumel, ngegosip, ngomel, dan ngeyel.

Punya masalah dengan semangat kerja? Jangan gundah gulana, Anda tidak sendirian. Banyak orang lain yang punya problem serupa. Namun, bukan tidak ada solusinya!

Hampir semua orang pernah mengalami gairah kerjanya melorot. “Itu lumrah,” kata Jansen Sinamo, ahli pengembangan sumber daya manusia dari Institut Darma Mahardika, Jakarta . Meski lumrah, “impotensi” kerja harus diobati.

Cara terbaik untuk mengatasinya, menurut Jansen, dengan langsung membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen memetakan motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja Profesional”. Sejak 1999, ia aktif mengampanyekan gagasan itu lewat berbagai pelatihan yang ia lakukan.

Memahat yang tak terlihat

Etos pertama: kerja adalah rahmat.

Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.

Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahan.

Etos kedua: kerja adalah amanah.

Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

Etos ketiga: kerja adalah panggilan.

Apa pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seperti darma Yudistira untuk membela kaum Pandawa. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “I’m doing my best!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.

Etos keempat: kerja adalah aktualisasi.

Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.

Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa pede ketika berjumpa koleganya. “Perkenalkan, nama saya Miftah, dari Bank Kemilau.” Keren ‘ kan ?

Etos kelima: kerja itu ibadah.

Tak peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini:

Seorang pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab, “Manusia memang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya.” Motivasi kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental.

Warisan tak ternilai

Etos keenam: kerja adalah seni.

Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling bergengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.

“Antusiasmelah yang membuat saya mampu bekerja berbulan-bulan di laboratorium yang sepi,” katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang njelimet itu dengan kata sifat beautiful.

Etos ketujuh: kerja adalah kehormatan.

Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita.

Tambahan : Jadi ingat nasihatnya Haji Romli (Dedi Mizwar di Sinetron Kiamat Sudah Dekat) ke Sandy (Andre Stinky) yang (kalo ngga salah) kalimatnya : "Lu jadi laki-laki itu harus kerja. Dengan bekerja lu bakal punya harga diri !".

Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.

Etos kedelapan: kerja adalah pelayanan.

Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

Pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh istri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dia, tidak. Ia pergi ke lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang membayarnya. Tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km! Sungai-sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal.

Di Indonesia semangat kerja serupa bisa kita jumpai pada Mak Eroh yang membelah bukit untuk mengalirkan air ke sawah-sawah di desanya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Juga pada diri almarhum Munir, aktivis Kontras yang giat membela kepentingan orang-orang yang teraniaya.

Sumber : 8 etos kerja profesional - Jansen Sinamo (Mr. Ethos Indonesia)

April 15, 2012

Memotret Saat Berwisata


Berwisata memang menyenangkan. Bukan cuma bisa lepas dari rutinitas tapi juga menjanjikan pengalaman seru. Oleh karena itu, amat sayang jika perjalanan wisata yang dilakukan tidak diabadikan dalam sebuah foto. Bukan semata untuk mengingat kebahagiaan yang pernah dirasakan, tetapi juga akan memperkuat cerita ketika anda berbagi dengan teman dan kerabat.
Akan tetapi sebelum berangkat, ada baiknya anda memerhatikan hal-hal berikut agar tidak kerepotan dengan peralatan fotografi dan tetap mendapatkan hasil foto yang maksimal.
  1. Bawa barang seperlunya saja. anda tak perlu membawa semua lensa atau perlengkapan kamera lain yang dimiliki kalau sekiranya tidak dibutuhkan karena hanya akan menambah beban bawaan. Misalnya jika hendak landscape, tentu anda tidak perlu membawa lensa tele yang umumnya berat untuk dibawa kesana kemari, lebih baik membawa lensa wide saja.
  2. Ada baiknya untuk mempelajari lingkungan yang dituju terlebih dahulu agar paling tidak anda sudah mengetahui objek apasaja yang akan diabadikan. Dengan cara ini, memotret tentu menjadi lebih efisien. anda bisa mencari informasi dari rekan, majalah, atau internet tentang tempat yang akan dituju. atau bisa juga dari kartu pos yang menampilkan tempat yang bakal anda tuju.
  3. Ada baiknya memikirkan dengan matang cara menghasilkan foto yang bagus. Pertimbangan yang matang tentu juga dapat mendukung efisiensi, terutama bagi yang menggunakan kamera analog yang masih menggunakan film, bagi yang menggunakan kamera digital hal ini juga dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran untuk selalu memikirkan dengan baik sebelum mengabadikan objek.
  4. Kalau anda yang masih menggunakan kamera analog, sangat dianjurkan untuk mencatat lokasi pemotretan, tanggal, jam, kondisi cahaya, kecepatan, dan bukaan jendela rana saat anda menekan tombol foto. Saat foto sudah dicetak, catatan tadi dapat menjadi bahan evaluasi sekiranya ada foto yang hasilnya kurang bagus.
  5. Jangan lupa membawa memori card secukupnya. 

Ref: fitur klasika, kompas

Geologi Sumatera

  1. Gambaran Umum Pulau Sumatera
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.
  1. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera
Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci (1452-1519). Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Undasi.
Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang mengemukakan konsep “benua mengembara”. Perubahan mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana. Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik Global.
Peta pembagian lempeng – lempeng di Dunia
Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.
Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.
Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak.
Sekilas mengenai gambaran sejarah terbentuknya geologi Indonesia, pada paragraph selanjutnya akan dibahas selangkah lebih mengerucut tentang mengenai dampak yang terjadi dari adanya penunjaman sunda oleh lempeng australia baik bagi kondisi busur sunda maupun sesar pulau sumatera.
Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman dengan lebar 150 - 200 km. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan di Bali dan Lombok.
Gambar penunjaman antar lempeng

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Penyimpulan ini menyisakan pertanyaan karena kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan Jawa bagian Timur.
Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera, Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.
  1. Kondisi Geologi Pualu Sumatera
Secara garis besar, Pulau Sumatera terbagi menjadi beberapa geologi regional sumatera yang dalam makalah ini akan dicoba untuk dibahas satu persatu setiap geologi regional itu.
Dalam pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengenai Geologi Regional Sumbar, Geologi Regional Sumteng dan Sumatera Selatan.
    1. Kondisi Geologi Sumbar
   Peta indeks provinsi Sumatera Barat
Data geologi daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan hasil kompilasi/perpaduan dari beberapa peta geologi sekala 1 : 250.000 yang \ diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi (Badan Geologi), peta geologi tersebut antara lain adalah lembar Pulau Telu – Muara Sikabaluan (0615 - 0614); lembar Lubuk Sikaping (0716); lembar Painan - Muara Siberut (0814 - 0714); lembar Sikakap - Burisi (0713 – 0712); lembar Sungai Penuh (0813); lembar Padang (0715) dan lembar Solok (0815).
Penyederhanaan geologi didasarkan pada pengelompokan umur dan jenis batuan, sehingga geologi Prov. Sumatera Barat dari kelompok umur paling tua ke muda dapat diuraikan sbb. : (Gambar 1)
   Gambar 1. Peta Geologi Regional Sumatera Barat.
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P. Sumatera. Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.
  • Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
  • Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit, gabro dan basalt.
  • Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
  • Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.
  • Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.
  • Kelompok Tersier dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan dunit.
  • Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak.
  • Kelompok batuan sedimen Tersier disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.
  • Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.
  • Kelompok transisi Tersier – Kwarter (Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
  • Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen disusun oleh konglomerat polimik, batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.
  • Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.
  • Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan aluvium.
    1. Kondisi Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)
 Tektonik Regional, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2). 

Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini

Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
  1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.
  2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
  3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
  4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
  5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
  6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  • Rift (Siklis Pematang),Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
  1. Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
  1. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
  1. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter (gambar 6).
  1. Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai 600 m.
  1. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.
Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.
  • Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.

Siklis Sihapas (transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
  1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.
  1. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m.
  1. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.
  1. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.

(Formasi Telisa  (transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.

(Formasi Petani  (regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.

  • Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.

    1. Kondisi Geologi Sumsel ( Cekungan Sumatera Selatan)
Wilayah Nusantara dikenal mempunyai 62 cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur Tersier. Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada di daratan (onshore). Ke 62 cekungan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Cekungan berumur Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia Bagian Timur, dan kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan berumur Tersier, karena umumnya ditindih (overlain) oleh cekungan berumur Tersier.
Hampir semua cekungan batuan sedimen di Indonesia sangat berpotensi mengandung sumber daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun, batasan stratigrafi, sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika cekungan semua formasi pembawa potensi sumber daya belum terakomodasi dan tergambar dalam bentuk atlas.
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.

Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaa.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)
Tektonik Regional, Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Stratigrafi Regional, Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.
Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.
Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan konglemerat.
  1. Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.
  2. Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari formasi lahat.
  • TOC 1.7 – 8.5 wt% à Excellent potential
  • HI 130-290 mg
  • Derajat kematangan 0.64 – 1.4 %Ro.
  • Kerogen Tipe I dan II, III
  • Mature T-max 436-441 0C
Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu :
  • Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m.
  • Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi oleh kuarsa.
  • Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan berselingan dengan endapan mirip lahar.
Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
  1. Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m – 850 m. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari formasi Talang Akar.
  • TOC 1.5 – 8 wt%à Good - Excellent
  • HI 150-310 mg
  • Derajat kematangan 0.54 – 1.3 %Ro.
  • Kerogen Tipe I dan II,III
  • Gradien geothermal 490 C/km
  • Mature T-max 436-4500C
  1. Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari formasi Batu Raja.
  • TOC 0.5 – 1.5 wt% à Fair - Good
  • Kerogen Tipe I, II, III
  • Mature T-max 436-4500C
  • Kerogen Tipe I, II, III
  • Mature T-max 436-4500C
  1. Formasi Gumai, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari formasi Gumai.
  • TOC 0.5-11.5 wt% àfair - excellent
  • Kerogen Tipe III
  • Early mature T-max 400-4300C
  1. Formasi Air Benakat, Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari Air Benakat.
  • TOC 0.5 – 1.7 wt% Fair – Good
  • Imature T-max < 4300C
  • 0.29-0.30 %Ro
  1. Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari Air Benakat.
  • TOC 0.5-52.7 wt% àFair - Excellent
  • Imature T-max < 4300C
  • 0.29-0.30 %Ro
  1. Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
  2. Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.